Xenosentrisme sebagai Dampak Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Akibat dari globalisasi, pertama di dalam hal ini teknologi informasi dan komunikasi yang masuk ke Indonedia turut merubah kebudayaan Indonesia. Dalam hal ini sering terlihat ketidakmampuan masyarakat di Indonesia untuk beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan asing sehingga lahir lah perilaku yang cenderung ke Barat-baratan (westernisasi). Hal tersebut terlihat dengan seringnya remaja Indonesia keluar-masuk pub, diskotik dan tempat hiburan malam lainnya berikut dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya dan sering melahirkan komunitas tersendiri terutama di kota-kota besar dan metropolitan. Dalam hal ini terjadinya berbagai kasus penyimpangan seperti penyalah gunaan zat adiktif, berbagai bentuk kategori pelacuran dan ‘western’ lainnya tak lepas dari ketidak mampuan manusia Indonesia dalam beradaptasi sehingga masih bersikap ‘conform’ dan ‘latah’ terhadap kebudayaan asing yang melenyapkan inovasi dalam beradaptasi dengan budaya asing sehingga melahirkan bentuk akulturasi.
Xenosentrisme. Istilah ini berarti suatu pandangan yang lebih menyukai hal-hal yang berbau asing. Xenosentrisme mengecap budaya lain superior, sementara budaya sendiri justru disubordinansi karena dianggap jelek atau rendah.
Kita ini generasi xenosentrisme berlebih. Karena kita lebih suka budaya luar ketimbang budaya sendiri. Kita begitu tergantung pada barat. Amerika pada khususnya Kita jadikan kiblat bagi segala tindak tanduk Kita dalam hidup. Krisis identitas kita sudah sedemikian akut rupanya hingga pengetahuan Kita akan budaya sendiri begitu minim sementara untuk segala yang berbau luar negeri (Amerika pada khususnya) Kita begitu fasih menghafalkannya.
Sebenarnya apa yang membuat generasi Kita cenderung lebih memilih menghargai budaya asing ketimbang budaya negeri sendiri? Karena apa yang mereka dengar, lihat, rasakan setiap hari kebanyakan budaya asing tersebut. Witing Tresno jalaran soko kulino kalau orang Jawa bilang, Suka karena terbiasa. Media dan bermacam konten edukasi maupun hiburan yang Mereka konsumsi sebagian besar porsinya dari budaya asing, jadi ya Mereka lebih terbiasa dengan budaya asing ketimbang budaya sendiri. Secara mudah saja bila Kita menilik berbagai media Kita baik televisi, cetak atau dunia maya kebanyakan konten didalamnya lebih memuat dari luar. Sinetron-sinetron maupun film yang ditayangkan di televisi dan bioskop yang memvisualisasikan dan mensosialisasikan gaya hidup western turut mempengaruhi cara
pandang manusia Indonesia terhadap budayanya sehingga tidak timbul kesadaran untuk mempelajari tindakan sosial dan sebaliknya. Dalam hal ini manusia Indonesia sepertinya lebih mengagung-agungkan/memuja ras Eropa berikut dengan gaya hidupnya dan menjadikannya sebagai kelompok acuan sehingga secara tak langsung mempengaruhi akal dan intelegensi, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku manusia Indonesia sehingga terkendala dalam memajukan kebudayaannya sendiri.
Sebagai rakyat Indonesia, sebaiknya kita dapat memanfaatkan arus globalisasi secara baik dan benar, sehingga sesuai kaidah yang ada. Kemudian,untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga. Kita perlu mengingat kembali pesan Bung Karno, yaitu ´Jadilah bangsa yang cerdas, buat rasa Indonesia, buat negara lain tersenyum pada kita Indonesia, agar identitas serta ciri khas bangsa ini tidak lenyap. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk daerah dan pelestarian budaya bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal. Kesenian adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu.
by
Jasmine Amalia W.
XII-S1 /13
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar